Archive for the ‘artikel kesehatan’ Category

Hemostasis diseases

Posted: 9 November 2011 in artikel kesehatan

Kelainan Pembekuan Herediter
Penyakit yang sering dijumpai adalah Hemofili A (defisiensi factor VIII), Hemofilia B (penyakit Christmas, defisiensi factor IX), dan penyakit von willebrand (VWD)
HEMOFILIA
Hemofilia A adalah kelainan herediter berupa gangguan pembekuan darah akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang disebut dengan faktor VIII (FVIII). Defisiensi ini terjadi karena gen yang memproduksi FVIII mengalami kerusakan dan diturunkan melalui kromosom X.
Hemofilia B disebabkan karena difisiensi F IX. Faktor VIII diperlukan dalam mengaktifkan Faktor IX. Defisiensi F VIII mengganggu jalur intrinsic sehingga menyebabkan berkurangnya pembentukan fibrin,akibatnya terjadilah gangguan koagulasi.
Hemofilia lebih banyak terjadi pada laki- laki, karena mereka hanya mempunyai satu kromosom X. Sedang perempuan umumnya menjadi pembawa sifat (carrier). Namun perempuan bisa juga menderita hemofilia jika pria hemofilia menikah dengan wanita carrier hemofilia.
Derajat Penyakit
Derajat penyakit hemofili ditentukan oleh kadar faktor VIII atau faktor IX dalam darah:
1. Berat (severe) : aktivitas F VIII/F IX <1% normal akan timbul gejala klinik berat.
2. Sedang (moderate) : aktivitas F VIII/F IX antara 1-5%
3. Ringan (mild) : aktivitas FVIII / FIX antara 5- 30%
Gambaran Klinis : Gangguan perdarahan di bawah kulit ataupun jaringan lunak seperti memar yang berlebih, luka memar timbul dengan sendirinya jika penderita telah melakukan aktifitas yang berat. Pembengkakan pada persendian, seperti lulut, pergelangan kaki atau siku tangan. Pendarahan yang berkepanjangan dan berulang yang disertai dengan rasa nyeri. Perdarahan dapat terjadi di seluruh tubuh termasuk di susunan saraf pusat.
Diagnosis Laboratorium :
1. Tes penyaringan
Hitung trombosit uji pembendungan masa perdarahan APTT (activated partial thromboplastin time – masa tromboplastin parsial teraktivasi) PT(prothrombin time – masa protrombin plasma) dan TT(Trombin time – waktu thrombin) dalam batas normal
2. Tes Konfirmatif : Pengukuran kuantitatif F VIII dan F IX Jika F VIII defisiensi maka di lanjutkan dengan pemeriksaan Faktor Von Willebrand
3. Pemeriksaan pada karier wanita menunjukkan F VIIIC menurun.
Diagnosis Diferensial Hemofilia
Untuk membedakan hemofilia A dari hemofilia B ,antara lain : Pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test) Diferensial APTT Pada hemofilia A aktivitas F VIII rendah sedang pada hemofilia B aktivitas F IX rendah.
Selain harus dibedakan dari hemofilia B, hemofilia A juga perlu dibedakan dari penyakit von Willebrand, Karena pada penyakit ini juga dapat ditemukan aktivitas F VIII yang rendah.
Hemofilia A
Hemofilia B
Penyakit VonWillebran
Inheritance
Sex linked
Sex linked
Autosomal dominan
Tempat pendarahan
Otot, sendi, postrauma
otot, sendi, postrauma
Mukosa, luka kulit
Postrauma/pascaoperasi
Jumlah trombosit
Normal
Normal
Normal
Bleeding time
Normal
Normal
Memanjang
PPT
Normal
Normal
Normal
APPT
Memanjang
Memanjang
memanjang
F VIII
Rendah
Normal
Normal
vWF
Normal
Normal
Rendah
F IX
Normal
Rendah
Normal
Tes ristosetin
Normal
normal
negatif
Pengobatan :
Modalitas terapi terdiri dari :
1. Pemberian F.VIII untuk hemophili A dan F.IX untuk hemofili B selama hidup
2. Pencegahan kecacatan dengan pendidikan kesehatan
3. Rehabilitasi apabila ada kerusakan sendi.
Pemberian Desmopressin (DDAVP) :
Pada hemofili ringan,DDAV dapat mengeluarkan cadangan VWF untuk mengeluarkan kebutuhan FVIII.
Perawatan rehabilitasi : Perawatan sendi untuk mencegah terjadi ankilosis Perawatan gigi Pendidikan kesehatan untuk menghindari trauma Hindari pemakaian aspirin.
PENYAKIT VON WILLEBRAND
Penyakit von willebrand ini terdapat penurunan kadat atau fungsi VWF yang abnormal akibat mutasi titik atau delesi besar. VWD merupakan suatu kelainan pendarahan bawaan yang paling sering ditemukan.
Biasanya pewarisan sifat autosomal dominan dengan ekspresi yang bervariasi. Keparahan yang terjadi bervariasi. Biasanya terdapat pada pendarahan selaput lendir (misal : epistaksis, menoragia), kehilangan darah berlebihan akibat luka potong superficial dan lecet, serta pendarahan operatif dan pascatrauma.
Klasifikasi vWF dapat di golongkan menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Tipe I- penurunan sintesis vWF
2. Tipe II a- gangguan sintesis multimer vWF besarndan sedang
b- pembentukan multimer vWF besar yang abnormal sehingga cepat dikeluarkan dari darah.
3. Tipe III – sintesis vWF sama sekali tidak ada.
Pemeriksaan Laboratorium :
1. Masa pendarahan mungkin memanjang
2. Kadar faktor VIII seringkali rendah
3. APPT mungkin memanjang
4. Kadar VWF biasanya rendah
5. Agregasi trombosit dengan ristocetin terganggu(sensitivitas abnormal)
6. Hitung trombosit normal, kecuali pada penyakit tipe II
7. Imunoelektroforesis : Analisis multimer berguna untuk mendiagnosis subtitle2 yang berbeda)
Diagnosis diferensial dengan hemofili
Penyakit vWF harus dibedakan dengan hemophilia A maupu B, dimana vWF :
1. Bleeding time memanjang
2. Tes ristosetin negative
3. Kadar vWF menurun
Pengobatan :
1. Tindakan local dan obat antifibrinolitik
2. Pemberian infuse DDAVP bagi penderita dan VWD tipe I

hemostasis

Posted: 9 November 2011 in artikel kesehatan

Hemostasis merupakan pristiwa penghentian perdarahan akibat putusnya atau robeknya pembuluh darah. Proses ini mencakup pembekuan darah (koagulasi ) dan melibatkan pembuluh darah, agregasi trombosit serta protein plasma baik yang menyebabkan pembekuan maupun yang melarutkan bekuan.
Komponen hemostasis :
1. Pembuluh
2. Trombosit
3. Kaskade factor koagulasi
4. Inhibitor koagulasi
5. Fibrinolisis
6. Sumbat hemostasis primer = pembentukan agregasi trombosit
7. Sumbat hemostasis sekunder = pembentukan fibrin
Fase Hemostasis :
1. Vasculer = Respon dari vaskuler/kapiler yaitu terjadinya konstraksi disertai dengan ekstra –vasasi dari pembuluh darah.
2. Platelet = Akibat dari bertemu trombosit dengan permukaan kasar maka trombosit akan mengalami adhesi dan agregasi.
3. Koagulasi = Terbentuknya sumbatan (pengaktifan tidak pembekuan)
Faktor Pembekuan darah :
1. Fibrinogen
2. Prothombin
3. Faktor jaringan
4. Ion kalsium
5. Proaccelerine
6. Accelerine
7. Procconvertine
8. AHG (Hemofilia)
9. Crismast factor ( hemophilia)
10. Stuart factor
11. Plasma thromo plastin antecedent
12. Hagemen factor
13. Fibrin stabilizing factor (fibrinase)

Pemeriksaan Faal Hemostasis
1. Indikasi pemeriksaan =
• Persiapan operasi= pemeriksaan thrombosyt, pemeriksaan bledding time, pemeriksaan clotting time, dan pemeriksaan plasma prothombin time.
• Diagnose penyakit perdarahan
• Monitoring
2. Anamnesis dan pemeriksaan fisik bertujuan untuk :
a. Mencari riwayat perdarahan abnormal.
b. Mencari kelainan yang mengganggu faal hemostasis. Misal : penyakit hati kronik.
c. Riwayat pemakaian obat.
d. Riwayat perdarahan dalam keluarganya.
Pemeriksaan Penyaringan :
• Darah lengkap => trombositnya
• Apusan darah tepi => leukositnya
• Bleeding time
 masa perdarahan
 biasanya untuk pemeriksaan fungsi kapiler dan untuk menguji trombosit.
 Cara duke :
o tempat dipakai di cuping telinga.
o Cuping telinga ditusuk lancet.
o Yang di ukur adalah waktu antara pertama kali darah keluar sampai berhenti.
o Harga Normal : 1-3 menit.
 Cara Ivy :
o Tempat yang dipakai dibagian polar dan lengan.
o Tekanan 40 mmhg tusuk daerah lengan dengan lancet.
o Yang di ukur waktu pertama kali darah keluar sampai berhenti
o Harga Normal : 2-7 menit.

• Clotting time
 Masa pembekuan darah.
 Biasanya pada penderita hemophilia.
 Cara modifikasi :
o Darah di ambil dari vena puncture masukkan dan 1 cc/ tabung dalam 3 tabung.
o Harga Normal : 6-12 menit.

• Penyaring sistim koagulasi
1. PT : mengukur VII, X, V, protrombin dan fibrinogen (INR)
2. aPTT : VII, IX, XI, XII dan unsur PT
TT : defisiensi fibrinogen dan hambatan thrombin
• Tes agregasi trombosit
• Euglobulin clot lysis time : memendek bila terjadi peningkatan aktivastor plasminogen.

SILIKOSIS

Posted: 21 Januari 2011 in artikel kesehatan

A. DEFINISI

Silikosis adalah suatu pneumokoniosis yang disebabkan oleh inhalasi partikel- partikel Kristal silika bebas (SiO2). Yang termasuk dengan silika bebas adalah kuarsa,tridimit dan kristobalit. Silika adalah Kristal yang sangat keras yang biasanya menempel di batu atau tanah atau terdapat ada juga yang terdapat di udara bebas.

B. PENYEBAB

Silika bebas yang merupakan komponen utama pasir dan batu masuk ke dalam saluran pernapasan biasanya terjadi karena peledakan, penggerindaan, penghancuran, pengeboran,dan penggilingan batuan. Bisa juga terdapat dari usaha komersial yang menggunakan granit, batu pasir serta pasir giling atau pembakaran diatomit.

C. PERJALANAN PENYAKIT (PATOGENESIS)

Partikel-partikel silika yang berukuran 0.5-5 µm akan tertahan di alveolus. Partikel ini kemudian di telan oleh sel darah putih yang khusus. Banyak dari partikel ini dibuang bersama sputum sedangkan yang lain masuk ke dalam aliran limfatik paru-paru, kemudian mereka ke kelenjar limfatik. Pada kelenjar, sel darah putih itu kemudia berintregasi, meninggalkan partikel silika yang akan menyebabkan damapak yang lebih luas. Kelenjar itu menstimulasi pembentukan bundel-bundel nodular dari jaringan parut dengan ukuran mikroskopik, semakin lama semakin banyak pula nodul yang terbentuk, mereka kemudian bergabung menjadi nodul yang lebih besar yang kemudian akan merusak jarul normal cairan limfatik melalui kelenjar limfe.

Ketika ini terjadi, jalan lintasan yang lebih jauh dari sel yang telah tercemar oleh

silika akan masuk ke jaringan limfe paru-paru. Sekarang, foci baru di dalam pembuluh limfatik bertindak sebagai gudang untuk sel-sel yang telah tercemar oleh debu, dan parut nodular terbentuk terbentuk pada lokasi ini juga. Kemudian, nodul- nodul ini akan semakin menyebar dalam paru-paru.

Gabungan dari nodul-nodul itu kemudian secara berangsur-angsur menghasilkan bentuk yang mirip dengan masa besar tumor. Sepertinya, silika juga menyebabkan menyempitnya saluran bronchial yang merupakan seba utama dari dyspnoea.

D. TANDA/GEJALA

Silikosis memiiki tiga tipe yaitu: Silicosis akut merupakan pemaparan silica dalam jumlah yang sangat besar dalam wktu yang lebih pendek. Paru-paru sangat meradan dan terisi oleh cairan sehingga tinbl sesak nafas yang yang menurunkan kadar oksigen dalam darah. Kelainan faal paru yang timbul adalah restriki berat dan hipoksemi yang diikuti oleh penurunan kapasitas difusi. Silikosis akselerata terpapar oleh sejumlah silica yang lebih banyak dalam waktu yang lebih pendek (4-8 tahun).perjalanan penyaktnya lebih cepat, fibrosis massif dan sering terjadi mycobacterium tipikal atau atipik. Silicosis kronis simpleks yaitu pemaparan sejumlah kecil debu silica dalam jangka panjang( lebih dari 20 tahun) dan terjadi peradangan di paru-paru dan kelenjar getah bening dada.

Silikosis akut adalah suatu penyakit progresif cepat. Pada kondisi-kondisi ekstrim dapat terjadi kesulitan bernapas dan batuk kering dalam beberapa minggu setelah paparan. Dada sesak dan ketidakmampuan bekerja timbul dalam beberapa bulan, dan kematian akibat kegagalan pernapasan atau kor pulmonale mungkin terjadi dalam 1-3 tahun. Pada pemeriksaan ditemukan gerakan dada yang terbatas, sianosis serta ronki pada akhir inspirasi, dan dengan kelainan fungsi paru restriktif serta berkurangnya pertukaran gas. Radiografi memprlihatkan bayangan- bayangan perifer seperti kapas,yang secara bertahap mengeras dan menjadi linear. Seringkali bayangan- bayangan ini tidak diketahui bahkan pada saat otopsi,hal ini karena kematian makrofag dan reaksi selular seringkali terjadi dalam alveoli tanpa pembentukan nodul-nodul tipikal. Partikel-partikel silika yang refraktil ganda yang sangat banyak dalam jaringan paru.

Sikosis kronis terjadi jika inhalasi terjadi antara 20-45 tahun dan dalam bentuk kronis ini, sering terjadi infeksi tuberkulosis. Mekanisme yang mungkin menyebabkab peningkatan kerentanan penderita sikosis terhadap tuberkulosis adalah sebagai berikut :

a. Partikel Silika yang ditimbun di Alveoli akan dimakanmakrofag tetapi karena efek tosik silika maka makrofag cepat mati dan partikel Silika akan terlepaske jaringan ekstraselular. Partikel silika akan dimakan oleh makrofag lain ang kemudian akan terbunuh pula.

b. Silika dengan dosis subletal juga mengganggu kesanggupan makrofag untuk menghambat pertumbuhan kuman tuberkulosis karena makrofag adalah faktor utama dalam membuat daya tahan terhadap tuberkulosis sehingga alasan meningkatnya kerentanan penderita silikosis terhadap tuberkulosis menjadi jelas

Sedangkan gejala silikosis terakselerasi menyerupai silikosis kronis. Biasanya berkembang lebih cepat dan terdapat infeksi mikobakteri tipik atau atipik. Pajanan berlangsung 10 tahun dan biasanya penderita mengalami gagal nafas karena hiposekmia.

Sesuai perjanjian, tahap-tahap awal silikosis biasanya tidak disertai dengan gejala atau tanda penyakit pernapasan. Juga uji fungsi ventilasi paru-paru tetap dalam batas fisiologis
normal. Foto sinar x merupakan metoda deteksi yang relatif lebih spesifik.Seperti pada gambar berikut.

E.PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN

a. Upaya

¶  Pencegahan/Preventiv

¶  Pengawasan terhadap pekerja di lingkungan kerja dapat membantu mencegah terjadinya silikosis. Jika debu tidak dapat dikontrol, (seperti halnya dalam industri peledakan), maka pekerja harus memakai peralatan yang memberikan udara bersih atau sungkup Pekerja yang terpapar silika, harus menjalani foto rontgen dada secara rutin. Untuk pekerja peledak pasir setiap 6 bulan dan untuk pekerja lainnya setiap 2-5 tahun, sehingga penyakit ini dapat diketahui secara dini. Jika foto rontgen menunjukkan silikosis, dianjurkan untuk menghindari pemaparan terhadap silika.

b. Pengobatan

Ketika timbul tanda-tanda pertama silikosis atau tuberkolosis aktif,pasien hendaknya segera dijauhkan dari paparan lebih lanjut. Meskipun pada mulanya tidak perlu membatasi pekerjaan atau aktivitas lain, pasien hendaknya tetap di bawah pengawasan medis. Tidak ada pengobatan bagi silikosis. Pengobatan untuk gagal jantung dan pernapasan mungkin diperlukan pada silikosis tingkat lanjut.

Adalah penting untuk mencegah tuberkolosis pada pasien-pasien silikosis. Jika insidens tuberkolosis dalam masyarakat tinggi, maka perlu dipertimbangkan vaksinasi dan kemoprofilaksis meskipun nilainya belum dapat dipastikan. Penderita tuberkolosis hendaknya diobati sejak dini. Kemoterapi harus diawasi dengan teliti dan hendaknya tepat untuk strain tuberkolosis yang prevalen.

Penekanan debu dengan pengendalian teknis (pembasahan sebelumnya,pengeboran basah, dll) perlu dilaksanakan dengan ketat dan debu residu hendaknya dikontrol dengan ventilasi yang sesuai. Kadar debu dan kandungan silika dalam debu yang masuk pernapasan hendaknya dipantau secara teratur. Jika menggunakan bahan peledak,para pekerja seharusnya dicegah masuk ke daerah berdebu sampai debu dibersihkan melalui ventilasi. Debu hendaknya disaring dari dari udara yang dikeluarkan. Pekerja harus memakai masker, tutup kepala bertekanan,dll. Selama kerusakan alat-alat pengendalian debu teknis atau pada keadaan darurat. Kabin dengan pengatur udara (ber-AC) hendaknya disediakan untuk para pengemudi truk dan operator alat berat pada operasi terbuka di cuaca panas di mana penyemprotan dengan air tidak dimungkinkan.

Tidak ada keseragaman dalam batas paparan debu silika di berbagai Negara. Batas paparan untuk debu total umumnya antara 0,5 mg/m3 (debu dengan kandungan silika tinggi diatas 70%) dan 5 mg/m3 (debu dengan kandungan silika kurang dari 10 %). Untuk debu-debu yang ikut dalam pernapasan,batas-batas tersebut berkisar antara 0,2 hingga 0,2 mg/m3. Batas-batas untuk kristobalit dan tridimit biasanya separuh dari batas untuk kuarsa.

F. PEKERJAAN YANG BERESIKO

Penyakit Silikosis terjadi karena inhalasi dan retensi debu yang mengandung kristalin silikon dioksida atau silika bebas .Pada berbagai jenis pekerjaan yang berhubungan dengan silika penyakit ini dapat terjadi, seperti pada pekerja:
1.Pekerja tambang logam dan batubara
2.Penggali terowongan untuk membuat jalan
3.Pemotongan batu seperti untuk patung, nisan
4.Pembuat keramik dan batubara
5.Penuangan besi dan baja
6.Industri yang memakai silika sebagai bahan misalnya
pabrik amplas dan gelas.
7.Pembuat gigi enamel
8. Pabrik semen

Indonesia masih menghadapi masalah mutu pelayanan kesehatan yang rendah dan pemerataan pelayanan medis spesialis yang tidak merata. Terutama untuk wilayah perbatasan, terpencil, kepulauan rawan konflik, daerah rawan bencana dan daerah miskin.dibuktikan dengan adanya anak yang kurang gizi,anak cacat, kelainan penyakit,dan pola penyakit yang tidak cukup ditangani pelayanan medis dasar seperti puskesmas.bahkan ada daerah-daerah terpencil yang tidak memiliki rumah sakit , hanya memiliki puskesmas dengan keterbatasan alat medis,obat-obatan dan tidak ada dokter. Biasanya jika ada pasien yang tidak bisa di tangani di puskesmas pasien harus di larikan di rumah sakit kota terdekat dengan memakan waktu beberapa jam, padahal pasien kritis dan harus segera ditangani dokter.Ada pula daerah pedalaman yang mencapai puskesmas sampai delapan jam ,misalnya saja di nabire papua untuk melahirkan saja mereka memilih untuk melahirkan di hutan dengan bantuan petua atau wanita tua di daerahnya karena melihat biaya dan waktu yang tidak sedikit untuk mendapat pelayanan puskesmas,jika ada anaknya yang sakit mereka bawa ke puskesmas jika sampai beberapa hari tidak sembuh baru dilarikan di rumah sakit kota dengan penuh pertimbangan,mengingat karena biaya transportasi yang mahal.. meskipun warga ditangani di puskesmas mereka belum tentu dilayani dengan baik.Selain itu, warga yang akan memeriksakan kesehatan di puskesmas tersebut juga harus tabah sebab fasilitas yang dimiliki masih memprihatinkan. Sudah jauh-jauh datang berobat,tak jarang harapan mereka berujung kekecewaan.Sudah tidak mengherankan apabila imunisasi di daerah pedalaman jarang dilakukan . Imunisasi tak bisa rutin digelar. Selain vaksin begitu lama dikirim dari ibu kota kabupaten, di puskesmas setempat listrik pun belum masuk..
Membahas masalah pelayanan kesehatan yang minim tidak hanya di daerah pedalaman dan daerah terpencil ,namun dikota pun masih ada pelayanan kesehatan yang minim untuk warga miskin. kartu Askes yang merupakan jaminan pelayanan bagi rakyat miskin, untuk mendapatkannya juga sangat sulit . Banyaknya kendala di lapangan membuat masyarakat miskin tidak mendapatkan pelayanan kesehatan. Misalnya keterlambatan pembayaran obat dan pelayanan Askes di rumah sakit. Selama ini, pelayanan kesehatan masyarakat bagi rakyat miskin, masih terasa kurang. Maka tidak heran jika kemudian banyak warga miskin yang tidak mendapatkan pelayanan yang wajar. Hal ini tentunya bukan tanpa sebab. Niat baik pemerintah untuk melayani secara serius belum terwujud dengan baik.
Satu-satunya jalan untuk bisa mengatasi problema ini adalah dengan memperbaiki pelayanan kesehatan dalam negeri. Peningkatan mutu pelayanan rumah sakit merupakan prioritas utama dalam berbagai kegiatan pelayanan yang berkaitan dengan pembangunan kesehatan, layak menjadi bahan refleksi kita bersama. Sebab, tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan dan sekaligus tuntunan akan pelayanan kesehatan yang berkualitas semakin meningkat seiring dengan kemajuan zaman.